Minggu, Februari 24, 2008

Susu Formula dan Makanan Bayi tersusupi BAKTERI Berbahaya

Tahukah anda bahwa saat ini beberapa merek susu formula dan makanan bayi yang beredar di pasaran telah tersusupi (tercemar) bakteri yang berbahaya ? Nama bakteri tersebut adalah enterobacter saka-zakii, bakteri ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi peminum susu yang tercemar bakteri ini. Sebab, bakteri ini bisa menyebabkan lumpuh dan menyebabkan gangguan mental.
Institut Pertanian Bogor (IPB) sebenarnya telah mengadukan temuan ini ke BPOM pada tahun 2006, namun sayang, temuan yang berharga ini mentok dan berhenti di laci BPOM. Dengan berkilah dan beralasan bahwa BPOM belum memiliki payung hukum untuk menegur para produsen.
Saat ini Pemerintah mulai serius menindaklanjuti temuan IPB ini dengan membentuk tim gabungan untuk meneliti peredaran susu formula dan makanan bayi yang sudah tersusupi bakteri berbahaya.
Tim gabungan ini terdiri dari Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan tim peneliti dari IPB. Keputusan itu diambil setelah BPOM bertemu dengan tim IPB pada hari Jum'at 22 Pebruari 2008 yang lalu.
"Masing-masing instansi yang tergabung dalam tim ini akan bekerja sesuai kapasitasnya" kata Sri Estuningsih, Ketua Tim Peneliti IPB.
Departemen Pertanian misalnya akan meneliti bahan dasar susu dan makanan bayi. Departemen Kesehatan bertugas mengupas proses pembuatan. BPOM yang mendekati para produsen. Setelah selesai, tim gabungan ini akan mengusulkan langkah kongkret untuk menuntaskan tercemarnya susu formula dan makanan bayi ini.
Nah ironisnya, peneliti IPB ini masih merahasiakan nama produk susu formula dan makanan bayi yang beracun sampai saat ini. Alasan mereka adalah jika menyebutkan nama produk tersebut mereka akan membuka aib produsen dan bakal melanggar etika peneliti. Sikap yang tetap merahasiakan identitas merek susu, serta sikap Pemerintah yang lamban, jelas membingungkan para orang tua yang memiliki bayi. Jika tidak membeli susu, bayi mereka akan sengsara, terlebih yang ibunya tidak bisa memberikan ASI.
Nah..... masalahnya adalah merek susu apa yang aman dan terbebas dari bakteri ini yang dapat diberikan untuk konsumsi bayi mereka ?
Semoga Tim gabungan dan Pemerintah cepat untuk menindaklanjuti temuan ini, agar generasi penerus bangsa Indonesia menjadi sehat dan cerdas.

Baca juga di harian Kontan tgl 23 Februari 2008 hal 1.

Senin, Februari 11, 2008

Pendidikan Makin Tinggi, makin gampang menganggur

Diambil dari harian kompas Sabtu 9 Pebruari 2008 hal 14

Fenomena ironis yang muncul di dunia pendidikan adalah semakin tinggi pendidikan seseorang, probabilitas atau kemungkinan dia menjadi penganggur pun akan semakin tinggi. Fenomena ini perlu mendapat perhatian serius dari dunia pendidikan dan industri.
Hal ini dikatakan pengamat pendidikan Darmaningtyas. Menurut dia, hal itu melahirkan paradoks: dunia usaha mengeluhkan sulit mendapat tenaga kerja, di sisi lain lulusan sekolah dan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan.
"Terlebih ada kecenderungan, seakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Mereka tak berani ambil pekerjaan beresiko seperti wiraswasta, trainer, atau penulis. Mereka memilih menganggur," ujarnya.
Terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal di satu pihak, dan di pihak lain terjadi percepatan pertambahan tenaga terdidik, juga menyebabkan posisi tawar sarjana di Indonesia amat rendah. Posisi para pencari kerja lulusan perguruan tinggi berada pada posisi dilematis; diterima dengan gaji rendah atau menolak pekerjaan dengan resiko menganggur. Mereka yang realistis memilih bekerja dengan gaji rendah dariada idealis namun menganggur selamanya.
Darmaningtyas melakukan studi kasus pada iklan lowongan kerja di harian Kompas Minggu 6 Januari 2008, ada 405 lowongan pekerjaan, 4,19 % mensyaratkan indeks prestasi minimum, lainnya menekankan pada kemampuan kerja individu dan team, kemampuan berbahasa asing, terutama Inggris, kemampuan mengoperasikan program komputer, kemampuan berkomnikasi, dan pengalaman kerja.
"Itu justru tak diperoleh secara formal di bangku sekolah, sebaliknya didapat dari inisiatif dan kreativitas individu. Individu kreatif cenderung memiliki tingkat keberhasilan tinggi," ujarnya.
Lembaga pendidikan cenderung mengajarkan hafalan, kurang melihat konteks. Hal-ha seperti membangun jaringan, kreativitas, dan komunikasi kurang didapat dari sekolah.
Pengamat pendidikan Prof Winarno Surachmad menambahkan, jurang antara lulusan perguruan tinggi dan dunia kerja adalah isu lama. Dia melihat hal itu lebih disebabkan tak adanya link and match dunia pendidikan dan usaha. Pemberi pekerjaan (industri) pun tak terlalu hirau pada peningkatan sumber daya manusia bangsa secara umum.

baca juga di www.purdiechandra.net ulasan dari om Bob Sadino yang mengatakan "kalau mau kaya jangan pintar-pintar".